Rabu, 13 Juli 2016

Etnomatematika Masyarakat Kampung Kuta



ETNOMATEMATIKA MASYARAKAT KAMPUNG KUTA

Resna Sopyantiasari – 152151083
sopyantiasariresna@gmail.com 


M
atematika dianggap sebagai induk dari segala macam ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini. Banyak konsep dari matematika yang diperlukan oleh bidang lainnya, seperti teknik, kimia, fisika, biologi, dan ekonomi. Matematika juga digunakan dalam berbagai segi kehidupan manusia. Dalam membangun rumah misalnya, manusia perlu melakukan penghitungan dan pengukuran untuk menggambar desain rumah dan memperkirakan jumlah bahan bangunan yang diperlukan untuk membuat bangunan rumah tersebut.
Dalam perdagangan pun manusia memerlukan matematika untuk menghitung jumlah barang yang terjual, besarnya modal, besarnya keuntungan atau kerugian. Selain itu, perkembangan teknologi modern yang terjadi saat ini juga tidak luput dari peran matematika. Oleh karena itu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai manusia.
Menurut Morris Kline, mata pelajaran matematika dan buku matematika sekolah menyajikan sebuah rangkaian prosedur teknis yang nampak tidak bermakna. Materi tersebut seperti representasi dari subjek yang menjabarkan nama, posisi, dan fungsi dari setiap tulang dalam kerangka manusia yang merepresentasikan kehidupan, pemikiran, dan emosi yang disebut manusia. Seperti sebuah frase yang kehilangan makna atau memperoleh makna yang tidak diinginkan ketika dihapus dari konteksnya, jadi matematika dilepaskan dari kekayaan intelektual dalam lingkungan budaya dan peradaban dan direduksi menjadi rangkaian teknik yang telah sangat diselewengkan.
Berdasarkan pendapat di atas, wajarlah jika kebanyakan masyarakat menganggap bahwa matematika dan budaya tidak saling terkait satu sama lain. Namun, penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara matematika dan budaya. Turmudi (2012: 5) menyatakan bahwa matematika berurusan dengan gagasan (ide), matematika bukan tanda-tanda sebagai akibat dari coretan pensil, bukan kumpulan benda-benda fisik berupa segitiga, namun berupa gagasan yang direpresentasikan oleh benda-benda fisik. Sehingga, menurut Turmudi terdapat tiga sifat utama dari matematika. Pertama, matematika sebagai objek yang ditemukan dan diciptakan manusia. Kedua, matematika itu diciptakan bukan jatuh dengan sendirinya, namun muncul dari aktivitas yang objeknya telah tersedia, serta dari keperluan sains dan kehidupan keseharian. Ketiga, objek matematika memiliki sifat-sifat yang ditentukan secara baik.
Oleh karena itu, matematika selalu menjadi bagian dari kebudayaan manusia meski dalam bentuk yang sederhana. Hal ini menunjukkan bahwa matematika dan budaya saling terkait satu sama lain.
Menurut penulis, Indonesia dengan keragaman budayanya sudah seharusnya memasukkan nilai-nilai budaya setempat ke dalam pembelajaran matematika, agar matematika tidak dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang jauh dari realitas kehidupan. Hal ini dikarenakan dalam aktivitas budaya terdapat ide-ide matematis yang dianggap sebagai hal yang penting dalam pembelajaran matematika. Ranah kajian yang dapat digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara budaya dan matematika yaitu etnomatematika. Etnomatematika dianggap sebagai kajian pengetahuan yang pada hakikatnya terkait dengan kelompok budaya dan kepemilikannya, yang menjadikannya terkait erat dengan realitas dan dapat diungkapkan dengan bahasa, yang biasanya berbeda dari yang digunakan oleh matematika.
Penerapan mengenai etnomatematika sangat cocok dilakukan di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara multikultur dan multietnik yang memiliki banyak suku bangsa. Meskipun kemajuan zaman tengah terjadi, banyak etnik di Indonesia yang masih bertahan dengan memegang teguh ajaran nenek moyangnya. Sama halnya dengan masyarakat Suku Sunda di Provinsi Jawa Barat, mereka mempunyai tradisi-tradisi hidup masyarakat yang turun-menurun seperti aktivitas budaya dan permainan tradisional.
Mengenai kegiatan sehari-hari masyarakat Kampung Kuta yang  mengandung unsur matematika dan selalu berkaitan dengan alam sekitar. Ini disebabkan keakraban manusia hidup bersama alam dalam kesehariannya. Hukum alam dipahami sebagai “Hukum Tuhan” yang sudah dipatuhi. Sehingga, ketika manusia akan bersentuhan dengan alam, mereka akan sadar diri akan Tuhannya.
Kajian etnografi dalam penulisan ini difokuskan pada nilai-nilai matematika yang terkandung dalam aktivitas adat.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran representasi aktivitas budaya masyarakat Kampung Kuta yang bernuansa matematika?
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Kampung Kuta
Nama Kampung Kuta berasal dari kata “kuta-kuta”  (bahasa sunda) yang berarti tebing. Nama ini langsung menunjuk kepada wilayah Kampung Kuta yang letaknya dikelilingi tebing curam setinggi 75 m. Kampung yang terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, yang berbatasan dengan Jawa Tengah. Kampung ini memiliki luas area total 157 ha. Terdiri dari 40 ha hutan keramat (karamat) dan 117 lahan pemukiman dan pesawahan. Dengan jumlah penduduk 285 yang sebagian besar mata pencahariannya adalah bertani.
 Berdasarkan aktivitas budaya yang berkembang di masyarakat Kampung Kuta, sebenarnya kita bisa melihat terdapat banyak konteks pelajaran yang telah mereka terapkan secara nyata. Mereka telah mempelajari bahasa dengan baik, bahkan bahasa adat sunda buhun yang kini hampir mengalami perubahan secara luas di masyarakat Jawa Barat pada umumnya. Jika diamati lebih lanjut ternyata banyak sekali aktivitas budaya yang mengandung unsur-unsur matematika. Aktivitas tersebut bisa terlihat dari kegiatan masyarakat seperti membilang, mengukur, membuat rancang bangun bahkan permainan tradisional yang masih digemari anak-anak sampai saat ini. Berikut digambarkan secara rinci aktivitas masyarakat Kampung Kuta yang bernuansa matematika.
1.        Aktivitas Membilang
Membilang berkaitan dengan pertanyaan “berapa banyak”. Kebanyakan masyarakat Kampung Kuta terutama anak-anak menggunakan jari tangan sebagai alat membilang. Teknik membilang tidak jauh berbeda dengan masyarakat pada umumnya, hanya saja bahasa budaya yang mereka gunakan adalah dalam bahasa sunda: hiji, dua, tilu, opat, lima, genep, tujuh, dalapan, salapan dan sapuluh. Bilangan-bilangan tersebut menunjukkan angka satu sampai sepuluh. Kebanyakan dari masyarakat Kampung Kuta menggunakan bilangan untuk menghitung jumlah hewan ternak, jumlah peralatan berburu, jumlah keluarga bahkan jumlah keluarga dan rumah yang ada diperkampungan tersebut. Dalam hal membilang, tidak ada perbedaan yang prinsip dengan masyarakat pada umumnya selain dari aspek kebahasaan yang digunakan.

2.        Aktivitas Mengukur
Mengukur pada umumnya berkaitan dengan pertanyaan “berapa (banyak, panjang/lebar/tinggi dan lama)”. Untuk menyatakan banyak, masyarakat Kampung Kuta menggunakan beberapa istilah seperti: saikat / satu ikat, sakeupeul / satu kepal, sacanggeum / satu genggaman tangan yang terbuka, salosin / satu lusin, sakodi / satu kodi, satasbeh. Untuk menyatakan panjang, masyarakat Kampung Kuta menggunakan istilah seperti: sajeungkal / satu jengkal, sadeupa / sepanjang bentangan tangan kiri dan kanan, saawi / sepanjang pohon bambu (biasanya digunakan untuk menyatakan ketinggian/kedalaman). Untuk menyatakan ukuran lama, masyarakat Kampung Kuta biasanya menggunakan beberapa istilah sebagai berikut: sabedug / satu hari (dari jam 7 sampai jam 12), saweton / sanaptu / satu runtuian waktu yang ditentukan berdasarkan hari kelahiran, katujuhna /  hari ketujuh, sawindu / delapan tahun, sapurnama / dari bulan purnama ke bulan purnama lagi. Istilah waktu untuk orang sunda dalam sehari semalam berdasarkan keadaan alam :
·         Wanci tumorѐk (jam 00.30)
·         Wanci janari sapi (jam 01.00)
·         Wanci janari leutik (jam 01.30)
·         Wanci janari gedѐ (jam 02.00)
·         Wanci disada rorongkѐng (jam 02.30)
·         Wanci haliliwar (jam 03.00-03.30)
·         Wanci janari (jam 04.00)
·         Wanci balѐbat (jam 05.00)
·         Wanci carancang tihang (jam 05.30)
·         Wanci murag ciibun/meletѐk (jam 07.00)
·         Wanci haneut moyan (jam 08.00)
·         Wanci rumangsang (jam 09.00)
·         Wanci pecat sawed (jam 10.00)
·         Wanci manceran/tengah poѐ (jam 12.00)
·         Wanci lingsir ngulon (jam 14.00)
·         Wanci panonpoѐ satungtung (jam 15.00)
·         Wanci tunggang gunung (jam 16.00-17.00)
·         Wanci sariak layung (jam 17.00-18.00)
·         Wanci ѐrang-ѐrang (jam 17.30-18.00)
·         Wanci sareupna/harieum beungeut (jam 18.00-18.30)
·         Wanci sareureuh gaang (jam 19.00)
·         Wanci sareureuh budak (jam 21.00)
·         Wanci sareureuh kolot (jam 22.00)
3.    Aktivitas Membuat Rancang Bangun
Membuat rancang bangun identik dengan penggunaan konsep geometri secara nyata dalam kehidupan. Disatu sisi, masyarakat Kampung Kuta tidak mempelajari matematika (geometri) secara formal melalui bangku sekolah tetapi mereka mampu mengembangkannya dengan sangat baik sehingga menjadikannya istimewa. Rumah yang berada di kampung Kuta masih berbentuk panggung dengan atap rumbia atau ijuk dan berdinding anyaman bambu dengan bentuk segitiga dan persegi panjang. Seluruh bahan bangunan rumah harus terbuat dari bambu dan kayu. “Pantrangannya (pantangannya) dalam membuat rumah harus panggung, dindingnya tidak boleh tembok, bentuknya harus persegi panjang, tidak letter U atau bentuk lain, tempat menyimpan beras harus dekat ke tempat tidur. Jika rumah diperbaiki, tidak boleh nambah ruangan ke Timur atau Utara, kalau ke Selatan atau Barat bisa.” Papar Ki Warja yang merupakan pemangku adat di Kampung Kuta. Membangun rumah juga tidak boleh mengompleks atau berkumpul. Harus berderet dengan jumlah tidak boleh ganjil (harus genap) dengan maksimal 4 rumah.

4.        Aktivitas Permainan Matematika
Ada banyak jenis permainan tradisional masyarakat Kampung Kuta yang mengandung unsur-unsur matematika. Seperti permainan layang-layang yang menyerupai bentuk belah ketupat, hanya saja sisi pada bagian bawah lebih panjang. Permainan ketapel pun berkaitan dengan unsur matematika (geometri) yaitu sudut. 

KESIMPULAN
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak lepas dari kegiatan membilang, mengukur, rancang bangun dan permainan. Dan kegiatan tersebut tidak lepas dari unsur matematika.  Karena membilang berkaitan dengan “berapa banyak”, mengukur berkaitan dengan “berapa panjang/lama”, menyatakan waktu, rancang bangun berkaitan dengan bentuk geometri, dan permainan yang memiliki unur matematika dapat dijadikan media pembelajaran.  
SARAN         
Saya berharap esai ini dapat berguna bagi pembaca dan saya mengakui masih banyak kekurangan dalam esai ini. Oleh karena itu, bagi pembaca atau mahasiswa yang mengangkat topik tentang etnomatematika di Kampung Kuta dapat mengembangkannya menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Yulianto, E., dan Ipah Muzdalipah. (2015). “Pengembangan Desain Pembelajaran Matematika Untuk Siswa SD Berbasis Aktivitas Budaya dan Permainan Tradisional Masyarakat Kampung Naga”. Universita Siliwangi: tidak diterbitkan.
ETNOMATEMATIKA MASYARAKAT KAMPUNG KUTA

Resna Sopyantiasari – 152151083
sopyantiasariresna@gmail.com


          Matematika dianggap sebagai induk dari segala macam ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini. Banyak konsep dari matematika yang diperlukan oleh bidang lainnya, seperti teknik, kimia, fisika, biologi, dan ekonomi. Matematika juga digunakan dalam berbagai segi kehidupan manusia. Dalam membangun rumah misalnya, manusia perlu melakukan penghitungan dan pengukuran untuk menggambar desain rumah dan memperkirakan jumlah bahan bangunan yang diperlukan untuk membuat bangunan rumah tersebut.
Dalam perdagangan pun manusia memerlukan matematika untuk menghitung jumlah barang yang terjual, besarnya modal, besarnya keuntungan atau kerugian. Selain itu, perkembangan teknologi modern yang terjadi saat ini juga tidak luput dari peran matematika. Oleh karena itu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai manusia.
          Menurut Morris Kline, mata pelajaran matematika dan buku matematika sekolah menyajikan sebuah rangkaian prosedur teknis yang nampak tidak bermakna. Materi tersebut seperti representasi dari subjek yang menjabarkan nama, posisi, dan fungsi dari setiap tulang dalam kerangka manusia yang merepresentasikan kehidupan, pemikiran, dan emosi yang disebut manusia. Seperti sebuah frase yang kehilangan makna atau memperoleh makna yang tidak diinginkan ketika dihapus dari konteksnya, jadi matematika dilepaskan dari kekayaan intelektual dalam lingkungan budaya dan peradaban dan direduksi menjadi rangkaian teknik yang telah sangat diselewengkan.
Berdasarkan pendapat di atas, wajarlah jika kebanyakan masyarakat menganggap bahwa matematika dan budaya tidak saling terkait satu sama lain. Namun, penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara matematika dan budaya. Turmudi (2012: 5) menyatakan bahwa matematika berurusan dengan gagasan (ide), matematika bukan tanda-tanda sebagai akibat dari coretan pensil, bukan kumpulan benda-benda fisik berupa segitiga, namun berupa gagasan yang direpresentasikan oleh benda-benda fisik. Sehingga, menurut Turmudi terdapat tiga sifat utama dari matematika. Pertama, matematika sebagai objek yang ditemukan dan diciptakan manusia. Kedua, matematika itu diciptakan bukan jatuh dengan sendirinya, namun muncul dari aktivitas yang objeknya telah tersedia, serta dari keperluan sains dan kehidupan keseharian. Ketiga, objek matematika memiliki sifat-sifat yang ditentukan secara baik.
Oleh karena itu, matematika selalu menjadi bagian dari kebudayaan manusia meski dalam bentuk yang sederhana. Hal ini menunjukkan bahwa matematika dan budaya saling terkait satu sama lain.
          Menurut penulis, Indonesia dengan keragaman budayanya sudah seharusnya memasukkan nilai-nilai budaya setempat ke dalam pembelajaran matematika, agar matematika tidak dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang jauh dari realitas kehidupan. Hal ini dikarenakan dalam aktivitas budaya terdapat ide-ide matematis yang dianggap sebagai hal yang penting dalam pembelajaran matematika. Ranah kajian yang dapat digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara budaya dan matematika yaitu etnomatematika. Etnomatematika dianggap sebagai kajian pengetahuan yang pada hakikatnya terkait dengan kelompok budaya dan kepemilikannya, yang menjadikannya terkait erat dengan realitas dan dapat diungkapkan dengan bahasa, yang biasanya berbeda dari yang digunakan oleh matematika.
          Penerapan mengenai etnomatematika sangat cocok dilakukan di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara multikultur dan multietnik yang memiliki banyak suku bangsa. Meskipun kemajuan zaman tengah terjadi, banyak etnik di Indonesia yang masih bertahan dengan memegang teguh ajaran nenek moyangnya. Sama halnya dengan masyarakat Suku Sunda di Provinsi Jawa Barat, mereka mempunyai tradisi-tradisi hidup masyarakat yang turun-menurun seperti aktivitas budaya dan permainan tradisional.
Mengenai kegiatan sehari-hari masyarakat Kampung Kuta yang mengandung unsur matematika dan selalu berkaitan dengan alam sekitar. Ini disebabkan keakraban manusia hidup bersama alam dalam kesehariannya. Hukum alam dipahami sebagai “Hukum Tuhan” yang sudah dipatuhi. Sehingga, ketika manusia akan bersentuhan dengan alam, mereka akan sadar diri akan Tuhannya.
          Kajian etnografi dalam penulisan ini difokuskan pada nilai-nilai matematika yang terkandung dalam aktivitas adat.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran representasi aktivitas budaya masyarakat Kampung Kuta yang bernuansa matematika?

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Kampung Kuta
          Nama Kampung Kuta berasal dari kata “kuta-kuta” (bahasa sunda) yang berarti tebing. Nama ini langsung menunjuk kepada wilayah Kampung Kuta yang letaknya dikelilingi tebing curam setinggi 75 m. Kampung yang terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, yang berbatasan dengan Jawa Tengah. Kampung ini memiliki luas area total 157 ha. Terdiri dari 40 ha hutan keramat (karamat) dan 117 lahan pemukiman dan pesawahan. Dengan jumlah penduduk 285 yang sebagian besar mata pencahariannya adalah bertani.
          Berdasarkan aktivitas budaya yang berkembang di masyarakat Kampung Kuta, sebenarnya kita bisa melihat terdapat banyak konteks pelajaran yang telah mereka terapkan secara nyata. Mereka telah mempelajari bahasa dengan baik, bahkan bahasa adat sunda buhun yang kini hampir mengalami perubahan secara luas di masyarakat Jawa Barat pada umumnya. Jika diamati lebih lanjut ternyata banyak sekali aktivitas budaya yang mengandung unsur-unsur matematika. Aktivitas tersebut bisa terlihat dari kegiatan masyarakat seperti membilang, mengukur, membuat rancang bangun bahkan permainan tradisional yang masih digemari anak-anak sampai saat ini. Berikut digambarkan secara rinci aktivitas masyarakat Kampung Kuta yang bernuansa matematika.

Aktivitas Membilang
          Membilang berkaitan dengan pertanyaan “berapa banyak”. Kebanyakan masyarakat Kampung Kuta terutama anak-anak menggunakan jari tangan sebagai alat membilang. Teknik membilang tidak jauh berbeda dengan masyarakat pada umumnya, hanya saja bahasa budaya yang mereka gunakan adalah dalam bahasa sunda: hiji, dua, tilu, opat, lima, genep, tujuh, dalapan, salapan dan sapuluh. Bilangan-bilangan tersebut menunjukkan angka satu sampai sepuluh. Kebanyakan dari masyarakat Kampung Kuta menggunakan bilangan untuk menghitung jumlah hewan ternak, jumlah peralatan berburu, jumlah keluarga bahkan jumlah keluarga dan rumah yang ada diperkampungan tersebut. Dalam hal membilang, tidak ada perbedaan yang prinsip dengan masyarakat pada umumnya selain dari aspek kebahasaan yang digunakan.

Aktivitas Mengukur
          Mengukur pada umumnya berkaitan dengan pertanyaan “berapa (banyak, panjang/lebar/tinggi dan lama)”. Untuk menyatakan banyak, masyarakat Kampung Kuta menggunakan beberapa istilah seperti: saikat / satu ikat, sakeupeul / satu kepal, sacanggeum / satu genggaman tangan yang terbuka, salosin / satu lusin, sakodi / satu kodi, satasbeh. Untuk menyatakan panjang, masyarakat Kampung Kuta menggunakan istilah seperti: sajeungkal / satu jengkal, sadeupa / sepanjang bentangan tangan kiri dan kanan, saawi / sepanjang pohon bambu (biasanya digunakan untuk menyatakan ketinggian/kedalaman). Untuk menyatakan ukuran lama, masyarakat Kampung Kuta biasanya menggunakan beberapa istilah sebagai berikut: sabedug / satu hari (dari jam 7 sampai jam 12), saweton / sanaptu / satu runtuian waktu yang ditentukan berdasarkan hari kelahiran, katujuhna / hari ketujuh, sawindu / delapan tahun, sapurnama / dari bulan purnama ke bulan purnama lagi. Istilah waktu untuk orang sunda dalam sehari semalam berdasarkan keadaan alam :
Wanci tumorѐk (jam 00.30)
Wanci janari sapi (jam 01.00)
Wanci janari leutik (jam 01.30)
Wanci janari gedѐ (jam 02.00)
Wanci disada rorongkѐng (jam 02.30)
Wanci haliliwar (jam 03.00-03.30)
Wanci janari (jam 04.00)
Wanci balѐbat (jam 05.00)
Wanci carancang tihang (jam 05.30)
Wanci murag ciibun/meletѐk (jam 07.00)
Wanci haneut moyan (jam 08.00)
Wanci rumangsang (jam 09.00)
Wanci pecat sawed (jam 10.00)
Wanci manceran/tengah poѐ (jam 12.00)
Wanci lingsir ngulon (jam 14.00)
Wanci panonpoѐ satungtung (jam 15.00)
Wanci tunggang gunung (jam 16.00-17.00)
Wanci sariak layung (jam 17.00-18.00)
Wanci ѐrang-ѐrang (jam 17.30-18.00)
Wanci sareupna/harieum beungeut (jam 18.00-18.30)
Wanci sareureuh gaang (jam 19.00)
Wanci sareureuh budak (jam 21.00)
Wanci sareureuh kolot (jam 22.00)

Aktivitas Membuat Rancang Bangun
          Membuat rancang bangun identik dengan penggunaan konsep geometri secara nyata dalam kehidupan. Disatu sisi, masyarakat Kampung Kuta tidak mempelajari matematika (geometri) secara formal melalui bangku sekolah tetapi mereka mampu mengembangkannya dengan sangat baik sehingga menjadikannya istimewa. Rumah yang berada di kampung Kuta masih berbentuk panggung dengan atap rumbia atau ijuk dan berdinding anyaman bambu dengan bentuk segitiga dan persegi panjang. Seluruh bahan bangunan rumah harus terbuat dari bambu dan kayu. “Pantrangannya (pantangannya) dalam membuat rumah harus panggung, dindingnya tidak boleh tembok, bentuknya harus persegi panjang, tidak letter U atau bentuk lain, tempat menyimpan beras harus dekat ke tempat tidur. Jika rumah diperbaiki, tidak boleh nambah ruangan ke Timur atau Utara, kalau ke Selatan atau Barat bisa.” Papar Ki Warja yang merupakan pemangku adat di Kampung Kuta. Membangun rumah juga tidak boleh mengompleks atau berkumpul. Harus berderet dengan jumlah tidak boleh ganjil (harus genap) dengan maksimal 4 rumah.

Aktivitas Permainan Matematika
          Ada banyak jenis permainan tradisional masyarakat Kampung Kuta yang mengandung unsur-unsur matematika. Seperti permainan layang-layang yang menyerupai bentuk belah ketupat, hanya saja sisi pada bagian bawah lebih panjang. Permainan ketapel pun berkaitan dengan unsur matematika (geometri) yaitu sudut.

KESIMPULAN
         Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak lepas dari kegiatan membilang, mengukur, rancang bangun dan permainan. Dan kegiatan tersebut tidak lepas dari unsur matematika. Karena membilang berkaitan dengan “berapa banyak”, mengukur berkaitan dengan “berapa panjang/lama”, menyatakan waktu, rancang bangun berkaitan dengan bentuk geometri, dan permainan yang memiliki unur matematika dapat dijadikan media pembelajaran.
 
SARAN
         Saya berharap esai ini dapat berguna bagi pembaca dan saya mengakui masih banyak kekurangan dalam esai ini. Oleh karena itu, bagi pembaca atau mahasiswa yang mengangkat topik tentang etnomatematika di Kampung Kuta dapat mengembangkannya menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Yulianto, E., dan Ipah Muzdalipah. (2015). “Pengembangan Desain Pembelajaran Matematika Untuk Siswa SD Berbasis Aktivitas Budaya dan Permainan Tradisional Masyarakat Kampung Naga”. Universita Siliwangi: tidak diterbitkan.


Senin, 11 Juli 2016

Nilai Matematika: Pahala dan Dosa

Ai Hesti Wahyuni - 152151208
aihestiw@gmail.com

     Siapa yang tidak mengenal matematika? Tentunya semua kalangan baik tua maupun muda tidak asing lagi ketika mendengar kata matematika. Matematika mulai dipelajari dari ketika memasuki jenjang pendidikan dasar dan terus dipelajari sampai ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Pernahkah berpikir untuk apa mempelajari matematika? Alasannya karena matematika merupakan ratunya ilmu, semua cabang ilmu pasti memerlukan perhitungan, mulai dari fisika, kimia, ekonomi, geografi dan masih banyak ilmu lainnya yang memerlukan matematika.
Kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani Kuno μάθημα (máthēma), yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu, yang ruang lingkupnya menyempit, dan arti teknisnya menjadi “pengkajian matematika”, bahkan demikian juga pada zaman kuno. Kata sifatnya adalah μαθηματικός (mathēmatikós), berkaitan dengan pengkajian, atau tekun belajar, yang lebih jauhnya berarti matematis. Secara khusus, μαθηματικὴ τέχνη (mathēmatikḗ tékhnē), di dalam bahasa Latin ars mathematica, berarti seni matematika.
Pentingnya mempelajari matematika, sangat berkesinambungan antara penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Maka tidak benar rasanya jika ada orang yang beranggapan bahwa matematika tidaklah harus di pelajari lebih dalam cukup hanya mengetahui pola operasi hitung yang di gunakan sehari-hari saja, seperti ketika sedang melakukan transaksi jual beli. Matematika di sebagian kalangan masyarakat masih menjadi momok yang sangat menakutkan, banyak istilah yang mereka berikan untuk menjuluki matematika.
Sebutan bahwa matematika sebagai ratunya ilmu sangat tepat. Banyak ilmu yang memerlukan perhitungan, satu di antara ilmu yang memerlukan matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan keagamaan (akhlaq), yaitu kebaikan dan keburukan. Kebaikan berhubungan dengan budi luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid, mengatakan bahwa yang disebut dengan baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Sedangkan yang disebut buruk adalah syar dalam bahasa Arab, atau sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.

      Kebaikan dan keburukan merupakan hal yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia, setiap detik yang di sadari maupun yang tidak di sadari perbuatan kebaikan dan keburukan tersebut tidak akan pernah berhenti menghiasi hari sampai manusia kembali ke Sang Maha Pemilik segalanya (Alloh Swt.). Perlu diketahui bahwa sekecil apa pun perbuatan yang di lakukan seseorang akan tetap pertanggungjawabkan ketika di akhirat kelak, seperti yang tercantum dalam firman Alloh Swt. berikut ini ”Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu (yaitu) api yang sangat panas (QS. Al-Qaari’ah: 6-11)”.
Bentuk keterkaitan matematika dengan akhlaq yang di lakukan salah satu contohnya adalah tentang pahala kebaikan dan keburukan. Dalam sebuah hadits menjelaskan tenang pahala yang akan di dapat jika melakukan kebaikan dan keburukan.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلى الله عليه وسلم فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ : فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَةَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ  ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً “
 [رواه البخاري ومسلم في صحيحهما بهذه الحروف]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau meriwayatkan dari Tuhannya, Tabaaraka wa ta’aala. Firman-Nya : “Sesungguhnya Allah telah menetapkan nilai kebaikan dan kejahatan, kemudian Dia menjelaskannya. Maka barang siapa berniat mengerjakan kebaikan tetapi tidak dikerjakannya, Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Jika ia berniat untuk berbuat kebaikan lalu ia mengerjakannya, Allah mencatatnya sebagai 10 sampai 700 kali kebaikan atau lebih banyak lagi. Jika ia berniat melakukan kejahatan, tetapi ia tidak mengerjakannya, Allah mencatatkan padanya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia berniat melakukan kejahatan lalu dikerjakannya, Allah mencatatnya sebagai satu kejahatan” (HR. Bukhari no. 6491 dan Muslim no. 131 dalam Kitab Shahihnya dengan lafazh ini).
Hadits di atas di jelaskan bahwa pahala kebaikan jika di laksanakan akan di catat pahala sebanyak 10 sampai 700 kali lipat, sedangkan pahala keburukan jika di laksanakan akan di catat 1 pahala keburukan saja. Dari Hadits di atas menjadi pertanyaan kenapa pahala kebaikan dan keburukan berbeda perbandingan antara 10 sampai 700 kali lipat dengan -1. Hal tersebut menjadi pertanyaan apa filosofis tentang angka-angka yang terdapat dalam Hadits di atas?
     Pahala ialah ganjaran baik dari Allah atas setiap perbuatan baik maupun yang dilakukan oleh manusia di dunia. Di masyarakat biasanya pahala itu hanya untuk perbuatan kebaikan saja dan untuk keburukan sendiri sering di sebut dengan dosa. Akan tetapi kali ini saya akan menyebutkan pahala untuk istilah ganjaran dari perbuatan kebaikan dan keburukan, hanya nilai dari pahala kebaikan dan keburukan itu sendiri berbeda seperti yang di jelaskan pada Hadits di atas.
Untuk menjawab pertanyaan tentang apa filosofis angka 10 sampai di lipat gandakan 700 kali lipat pada pahala kebaikan dan angka -1 pada pahala keburukan adalah karena Alloh Swt. maha pengampun dan maha penyayang seperti yang terdapat dalam firman Alloh swt. yang artinya: “kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan amal kabajikan, maka kejahatan mereka di ganti dengan kebaikan. Alloh maha pengampun, maha penyayang”. (QS Al-Furqan:70)
Filosofi angka pada pahala kebaikan dan keburukan tersebut merupakan suatu gambaran bahwa dalam pelaksanaan kebaikan lebih banyak hambatan yang menghalangi dari pada keburukan jika di laksanakan. Alloh Swt. lebih melihat bagaimana proses ketika akan melakukan kebaikan dan keburukan. Dan itulah cara Alloh Swt. untuk dapat menarik perhatian supaya berbuat kebaikan. Dalam sebuah Hadits dijelaskan bahwa kebaikan itu dihiasi dengan yang tidak kita sukai sedangkan keburukan sebaliknya, seperti yang terdapat dalam Hadits di bawah ini:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
 Kebaikan sering dikaitkan dengan surga dan keburukan di kaitkan dengan neraka, sehingga pada Hadits di atas dijelaskan bahwa surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat. Hal ini menunjukkan bahwa ketika akan melakukan kebaikan akan banyak sekali rintangan yang menghalangi.

Misalnya, ketika kita membuat rencana suatu kebaikan seperti akan menghafal juz 30 dalam waktu 1 bulan. Namun dalam pelaksanaannya banyak sekali godaan mulai dari rasa malas sampai menunda-nunda waktu hafalan, atau bahkan sampai target waktu habis pun rencana yang di buat itu tidak tercapai. Hal tersebut merupakan contoh kecil dari halangan yang ada ketika akan melakukan kebaikan, masih banyak sekali fenomena yang terjadi di masyarakat yang menunjukkan bahwa ketika akan melakukan kebaikan justru banyak sekali godaan dan halangan. Ironisnya di zaman sekarang ini masyarakat justru malah menilai bahwa orang-orang yang melakukan kebaikan justru malah di pandang tidak baik seperti di tuduh sebagai teroris dan lain sebagainya. Sedangkan orang-orang yang melakukan keburukan justru malah di anggap hal yang lumrah yang biasa di lakukan oleh masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak sekali godaan yang bersumber dari rayuan setan yang menjadi musuh yang nyata bagi manusia.
Keterkaitan antara matematika dengan pahala dan dosa adalah matematika sering di istilahkan dengan ilmu perhitungan. Sedangkan dalam konsep pahala dan dosa, sebagai makhluk ciptaan Alloh swt dan akan kembali kepada Alloh harus menjalankan hidup dengan penuh perhitungan. Karena segala sesuatu yang di perbuat kebaikan maupun keburukan akan di pertanggung jawabkan. Sehingga ketika akan melakukan sesuatu maka harus di perhitungkan, apakah akan membawa kita kepada kebahagiaan (surga) atau malah membawa kepada penderitaan (neraka).
Nilai matematika pahala dan dosa merupakan satu diantara contoh penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Nilai 10 sampai 700 kali lipat pada pahala kebaikan yang merupakan bilangan positif , sedangkan nilai -1 pada pahala keburukan yang merupakan bilangan negatif. Selain itu, nilai, matematika pahala dan dosa juga menggambarkan berapa banyak kebaikan atau keburukan yang di lakukan oleh seseorang. Kata banyak dalam kalimat tersebut menggambarkan jumlah dari sesuatu yang dapat di hitung maupun yang tak tidak bisa terhitung. Operasi hitung yang di lakukan adalah penjumlahan, perkalian, dan pembagian. Contohnya seperti ketika melakukan satu kebaikan kebaikkan maka pahala yang di dapat 10 sampai di lipat gandakan 700 kali lipat, dan ketika melakukan satu hal keburukan maka akan di kalikan -1. Dapat di hitung juga dalam satuan waktu misalnya satu jam berapa banyak kebaikan dan keburukan yang di lakukan? Banyak kebaikan dan keburukan tersebut merupakan komponen matematika yang saling berhubungan yakni antara banyak bilangan pahala kebaikan dan keburukan yang di lakukan, akan di kalikan dan di jumlahkan dalam satuan waktu tertentu.
. Bilangan, menghitung banyak sesuatu, dan operasi yang terdapat dalam nilai pahala dan dosa tersebut merupakan komponen dari matematika. Hal tersebut menjadi bukti bahwa matematika itu merupakan ratunya ilmu. Hampir semua ilmu yang memerlukan matematika. Bahkan dalam ilmu agama sekali pun matematika terdapat keterkaitan. Dan hal tersebut harus menjadi cerminan bahwa hidup itu harus penuh dengan perhitungan seperti perhitungan dalam matematika untuk meraih kebahagiaan yang hakiki.

Daftar pustaka

Fajar,Ibnu.(2011). Sejarah Matematika. [Online] Tersedia: http://googleweblight.com/?lite_url=http://pesonamatematik.blogspot.com/2013/09/sejarah-asal-usul-dan-perkembangan.html [Di akses pada 10 Juni 2016)

Farikhah,Umi.(2010).Hadits tentang perkara yang di sukai dan yang di benci.[Online]. Tersedia:
        https://muslimah.or.id/888-surga-diliputi-perkara-yang-dibenci-jiwa-neraka-diliputi-perkara-yang-disukai-nafsu.html [Di akses pada 3 juni 2016]

Makasar,STIBA.(2012).Hadits tentang pahala kebaikan dan keburukan.[Online] Tersedia:
http://hadits.stiba.ac.id/?imam=bukhari&no=6010&type=hadits [Di akses pada 3 juni 2016]

Syatila,Shabra.(2014).Perhitungan kebaikan dan keburukan. [Online]. Tersedia:
http://www.fimadani.com/perhitungan-amal-dan-timbangan-di-akhirat/[Di akses pada 3 Juni 2014]

Tamam,Jauharudin. (2013).konsep pahala kebaikan dan keburukan.[Online] Tersedia:
http://jauharudin28.blogspot.co.id/2013/06/konsep-pahala-dalam-pandangan.html [di akses pada: 3 Juni 2016]



essay Teori Bilangan (Nilai Matematika: Pahala dan Dosa)

Nilai Matematika: Pahala dan Dosa
Ai Hesti Wahyuni - 152151208
aihestiw@gmail.com

     Siapa yang tidak mengenal matematika? Tentunya semua kalangan baik tua maupun muda tidak asing lagi ketika mendengar kata matematika. Matematika mulai dipelajari dari ketika memasuki jenjang pendidikan dasar dan terus dipelajari sampai ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Pernahkah berpikir untuk apa mempelajari matematika? Alasannya karena matematika merupakan ratunya ilmu, semua cabang ilmu pasti memerlukan perhitungan, mulai dari fisika, kimia, ekonomi, geografi dan masih banyak ilmu lainnya yang memerlukan matematika.
Kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani Kuno μάθημα (máthēma), yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu, yang ruang lingkupnya menyempit, dan arti teknisnya menjadi “pengkajian matematika”, bahkan demikian juga pada zaman kuno. Kata sifatnya adalah μαθηματικός (mathēmatikós), berkaitan dengan pengkajian, atau tekun belajar, yang lebih jauhnya berarti matematis. Secara khusus, μαθηματικὴ τέχνη (mathēmatikḗ tékhnē), di dalam bahasa Latin ars mathematica, berarti seni matematika.
Pentingnya mempelajari matematika, sangat berkesinambungan antara penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Maka tidak benar rasanya jika ada orang yang beranggapan bahwa matematika tidaklah harus di pelajari lebih dalam cukup hanya mengetahui pola operasi hitung yang di gunakan sehari-hari saja, seperti ketika sedang melakukan transaksi jual beli. Matematika di sebagian kalangan masyarakat masih menjadi momok yang sangat menakutkan, banyak istilah yang mereka berikan untuk menjuluki matematika.
Sebutan bahwa matematika sebagai ratunya ilmu sangat tepat. Banyak ilmu yang memerlukan perhitungan, satu di antara ilmu yang memerlukan matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan keagamaan (akhlaq), yaitu kebaikan dan keburukan. Kebaikan berhubungan dengan budi luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid, mengatakan bahwa yang disebut dengan baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Sedangkan yang disebut buruk adalah syar dalam bahasa Arab, atau sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.

      Kebaikan dan keburukan merupakan hal yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia, setiap detik yang di sadari maupun yang tidak di sadari perbuatan kebaikan dan keburukan tersebut tidak akan pernah berhenti menghiasi hari sampai manusia kembali ke Sang Maha Pemilik segalanya (Alloh Swt.). Perlu diketahui bahwa sekecil apa pun perbuatan yang di lakukan seseorang akan tetap pertanggungjawabkan ketika di akhirat kelak, seperti yang tercantum dalam firman Alloh Swt. berikut ini ”Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu (yaitu) api yang sangat panas (QS. Al-Qaari’ah: 6-11)”.
Bentuk keterkaitan matematika dengan akhlaq yang di lakukan salah satu contohnya adalah tentang pahala kebaikan dan keburukan. Dalam sebuah hadits menjelaskan tenang pahala yang akan di dapat jika melakukan kebaikan dan keburukan.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلى الله عليه وسلم فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ : فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَةَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ  ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً “
 [رواه البخاري ومسلم في صحيحهما بهذه الحروف]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau meriwayatkan dari Tuhannya, Tabaaraka wa ta’aala. Firman-Nya : “Sesungguhnya Allah telah menetapkan nilai kebaikan dan kejahatan, kemudian Dia menjelaskannya. Maka barang siapa berniat mengerjakan kebaikan tetapi tidak dikerjakannya, Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Jika ia berniat untuk berbuat kebaikan lalu ia mengerjakannya, Allah mencatatnya sebagai 10 sampai 700 kali kebaikan atau lebih banyak lagi. Jika ia berniat melakukan kejahatan, tetapi ia tidak mengerjakannya, Allah mencatatkan padanya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia berniat melakukan kejahatan lalu dikerjakannya, Allah mencatatnya sebagai satu kejahatan” (HR. Bukhari no. 6491 dan Muslim no. 131 dalam Kitab Shahihnya dengan lafazh ini).
Hadits di atas di jelaskan bahwa pahala kebaikan jika di laksanakan akan di catat pahala sebanyak 10 sampai 700 kali lipat, sedangkan pahala keburukan jika di laksanakan akan di catat 1 pahala keburukan saja. Dari Hadits di atas menjadi pertanyaan kenapa pahala kebaikan dan keburukan berbeda perbandingan antara 10 sampai 700 kali lipat dengan -1. Hal tersebut menjadi pertanyaan apa filosofis tentang angka-angka yang terdapat dalam Hadits di atas?
     Pahala ialah ganjaran baik dari Allah atas setiap perbuatan baik maupun yang dilakukan oleh manusia di dunia. Di masyarakat biasanya pahala itu hanya untuk perbuatan kebaikan saja dan untuk keburukan sendiri sering di sebut dengan dosa. Akan tetapi kali ini saya akan menyebutkan pahala untuk istilah ganjaran dari perbuatan kebaikan dan keburukan, hanya nilai dari pahala kebaikan dan keburukan itu sendiri berbeda seperti yang di jelaskan pada Hadits di atas.
Untuk menjawab pertanyaan tentang apa filosofis angka 10 sampai di lipat gandakan 700 kali lipat pada pahala kebaikan dan angka -1 pada pahala keburukan adalah karena Alloh Swt. maha pengampun dan maha penyayang seperti yang terdapat dalam firman Alloh swt. yang artinya: “kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan amal kabajikan, maka kejahatan mereka di ganti dengan kebaikan. Alloh maha pengampun, maha penyayang”. (QS Al-Furqan:70)
Filosofi angka pada pahala kebaikan dan keburukan tersebut merupakan suatu gambaran bahwa dalam pelaksanaan kebaikan lebih banyak hambatan yang menghalangi dari pada keburukan jika di laksanakan. Alloh Swt. lebih melihat bagaimana proses ketika akan melakukan kebaikan dan keburukan. Dan itulah cara Alloh Swt. untuk dapat menarik perhatian supaya berbuat kebaikan. Dalam sebuah Hadits dijelaskan bahwa kebaikan itu dihiasi dengan yang tidak kita sukai sedangkan keburukan sebaliknya, seperti yang terdapat dalam Hadits di bawah ini:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
 Kebaikan sering dikaitkan dengan surga dan keburukan di kaitkan dengan neraka, sehingga pada Hadits di atas dijelaskan bahwa surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat. Hal ini menunjukkan bahwa ketika akan melakukan kebaikan akan banyak sekali rintangan yang menghalangi.

Misalnya, ketika kita membuat rencana suatu kebaikan seperti akan menghafal juz 30 dalam waktu 1 bulan. Namun dalam pelaksanaannya banyak sekali godaan mulai dari rasa malas sampai menunda-nunda waktu hafalan, atau bahkan sampai target waktu habis pun rencana yang di buat itu tidak tercapai. Hal tersebut merupakan contoh kecil dari halangan yang ada ketika akan melakukan kebaikan, masih banyak sekali fenomena yang terjadi di masyarakat yang menunjukkan bahwa ketika akan melakukan kebaikan justru banyak sekali godaan dan halangan. Ironisnya di zaman sekarang ini masyarakat justru malah menilai bahwa orang-orang yang melakukan kebaikan justru malah di pandang tidak baik seperti di tuduh sebagai teroris dan lain sebagainya. Sedangkan orang-orang yang melakukan keburukan justru malah di anggap hal yang lumrah yang biasa di lakukan oleh masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak sekali godaan yang bersumber dari rayuan setan yang menjadi musuh yang nyata bagi manusia.
Keterkaitan antara matematika dengan pahala dan dosa adalah matematika sering di istilahkan dengan ilmu perhitungan. Sedangkan dalam konsep pahala dan dosa, sebagai makhluk ciptaan Alloh swt dan akan kembali kepada Alloh harus menjalankan hidup dengan penuh perhitungan. Karena segala sesuatu yang di perbuat kebaikan maupun keburukan akan di pertanggung jawabkan. Sehingga ketika akan melakukan sesuatu maka harus di perhitungkan, apakah akan membawa kita kepada kebahagiaan (surga) atau malah membawa kepada penderitaan (neraka).
Nilai matematika pahala dan dosa merupakan satu diantara contoh penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Nilai 10 sampai 700 kali lipat pada pahala kebaikan yang merupakan bilangan positif , sedangkan nilai -1 pada pahala keburukan yang merupakan bilangan negatif. Selain itu, nilai, matematika pahala dan dosa juga menggambarkan berapa banyak kebaikan atau keburukan yang di lakukan oleh seseorang. Kata banyak dalam kalimat tersebut menggambarkan jumlah dari sesuatu yang dapat di hitung maupun yang tak tidak bisa terhitung. Operasi hitung yang di lakukan adalah penjumlahan, perkalian, dan pembagian. Contohnya seperti ketika melakukan satu kebaikan kebaikkan maka pahala yang di dapat 10 sampai di lipat gandakan 700 kali lipat, dan ketika melakukan satu hal keburukan maka akan di kalikan -1. Dapat di hitung juga dalam satuan waktu misalnya satu jam berapa banyak kebaikan dan keburukan yang di lakukan? Banyak kebaikan dan keburukan tersebut merupakan komponen matematika yang saling berhubungan yakni antara banyak bilangan pahala kebaikan dan keburukan yang di lakukan, akan di kalikan dan di jumlahkan dalam satuan waktu tertentu.
. Bilangan, menghitung banyak sesuatu, dan operasi yang terdapat dalam nilai pahala dan dosa tersebut merupakan komponen dari matematika. Hal tersebut menjadi bukti bahwa matematika itu merupakan ratunya ilmu. Hampir semua ilmu yang memerlukan matematika. Bahkan dalam ilmu agama sekali pun matematika terdapat keterkaitan. Dan hal tersebut harus menjadi cerminan bahwa hidup itu harus penuh dengan perhitungan seperti perhitungan dalam matematika untuk meraih kebahagiaan yang hakiki.

Daftar pustaka

Fajar,Ibnu.(2011). Sejarah Matematika. [Online] Tersedia: http://googleweblight.com/?lite_url=http://pesonamatematik.blogspot.com/2013/09/sejarah-asal-usul-dan-perkembangan.html [Di akses pada 10 Juni 2016)

Farikhah,Umi.(2010).Hadits tentang perkara yang di sukai dan yang di benci.[Online]. Tersedia:
        https://muslimah.or.id/888-surga-diliputi-perkara-yang-dibenci-jiwa-neraka-diliputi-perkara-yang-disukai-nafsu.html [Di akses pada 3 juni 2016]

Makasar,STIBA.(2012).Hadits tentang pahala kebaikan dan keburukan.[Online] Tersedia:
http://hadits.stiba.ac.id/?imam=bukhari&no=6010&type=hadits [Di akses pada 3 juni 2016]

Syatila,Shabra.(2014).Perhitungan kebaikan dan keburukan. [Online]. Tersedia:
http://www.fimadani.com/perhitungan-amal-dan-timbangan-di-akhirat/[Di akses pada 3 Juni 2014]

Tamam,Jauharudin. (2013).konsep pahala kebaikan dan keburukan.[Online] Tersedia:
http://jauharudin28.blogspot.co.id/2013/06/konsep-pahala-dalam-pandangan.html [di akses pada: 3 Juni 2016]